Mengupas Tuntas Filosofi Politik Jokowi

789

 

Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Eko Sulistyo

Jakarta – Pola kepemimpinan Jokowi dipengaruhi oleh latar belakang dirinya yang berdarah Jawa. Hal ini tercermin dalam posting viral melalui sosial media Twitter, Facebook hingga Instagram, saat Presiden Jokowi mengunggah pepatah Jawa yaitu “Lamun sira sekti, aja mateni” yang merupakan salah satu moral kepemimpinan.

Hal ini disampaikan Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Eko Sulistyo dalam forum simposium peneliti Jokowi II dengan tema ‘Refleksi Fenomena Politik Jokowi’ di Auditorium Perpustakaan Nasional, Jakarta, pada Kamis, 25 Juli 2019.

Forum dibuka oleh aktivis muda Arief Rosyid sebagai inisiator acara dan dimoderatori Pemimpin Redaksi Majalah Tempo Arif Zulfikli, yang juga diisi oleh pengamat politik Fachry Ali, pakar Ekopol, Staf Khusus Presiden Siti Ruhaini Dzuhayatin dan peneliti Jokowi Andi Zulkarnain.

“Ajaran itu adalah ajaran moral tentang kepemimpinan. Meskipun kalian punya kekuasaan dan jadi kuat, tapi jangan semena-mena,” jelas Eko Sulistyo.

Selain itu, unggahan tersebut dibarengi dengan gambar tokoh wayang Gatotkaca yang sedang memberikan padi kepada petani. Menurutnya, gambar tersebut memberikan isyarat bahwa pemimpin harus bisa memahami dan mendengar rakyat.

“Menurut Jokowi, demokrasi itu mendengar rakyat dan mendapat feedback dari rakyat. Tercermin juga konsep Jawa yaitu soal mengayomi yang artinya melindungi, serta ngayemi yang artinya menyejahterakan masyarakat.”

Banyak penafsiran terhadap unggahan Jokowi tersebut, yang menurutnya sah-sah saja. Namun, melalui unggahan tersebut, Jokowi ingin mencerminkan bahwa kekuasaan itu tidak untuk dipakai semena-mena, tidak absolut dan harus tetap bermoral.

“Bahwa apa yang disampaikan Pak Jokowi menunjukkan karakter kepemimpinan baliau. Karakter kepemimpinan yang merangkul, menyatukan. Melalui tulisan saya juga, Pak Jokowi memiliki karakter kepemimpinan solidarity maker, yang merupakan konsep yang menyatukan dan merangkul,” imbuhnya.

Ia juga menjelaskan, meskipun lahir dalam kultur masyarakat Jawa, Jokowi dalam implikasi pengambilan kebijakannya, tidak hanya terpusat pada daerah Jawa atau Jawa sentris. Ini, dinilainya, merupakan salah satu bentuk revolusioner kepemimpinan Jokowi yang mampu melampaui budaya.

“Kepemimpinan di masa beliau sudah tidak Jawa Sentris lagi, yang menujukkan dia mampu melampaui budaya. Dia dalam kebijakannya beyond dan mencerminkan bahwa Indonesia tidak hanya terbentuk dari tanah Jawa tapi juga pulau-pulau lainnya.” katanya. (JJO/APP)