Kericuhan dan pengerusakan Kantor PT Pamor Ganda yang berujung ditangkapnya 5 warga Kecamatan Ketahun Kabupaten Bengkulu Utara oleh aparat penegak hukum beberapa waktu lalu mendesak Dewan Pengurus Wilayah Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Provinsi Bengkulu angkat bicara.
LIRA meminta lima warga yang ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka yakni Maruya, Rini, Paimin, Buyung Sate, Cik Imin dan Lukman dibebaskan atas dasar sebab akibat.
“Atas adanya pengerusakan yang dilakukan masyarakat kami menghimbau kepada siapapun itu, dia tidak berhak menilai sepenuhnya kesalahan masyarakat. Harus menggunakan azas sebab dan akibat,” sampai Gubernur LIRA, Magdalena Mei Rosha didampingi Sekretaris Aurego Jaya, Kamis (21/7/2022).
Gubernur LIRA Bengkulu mengungkapkan hal tersebut bukan atas perintah LIRA melainkan bentuk puncak kemarahan masyarakat secara spontanitas atas sikap perusahaan yang mengingkari janji.
Padahal sebelumnya pada 19 Juli 2022 telah disepakati bahwa perusahaan menunda aktivitas replanting di lahan sengketa yang saat ini masih dalam proses penyelesaian.
LIRA kata Magdalena terus memperjuangkan hak-hak masyarakat Bengkulu Utara dan LIRA bergerak di jalur prosedural sesuai dengan amanat Undang – Undang.
Sampai saat ini, lanjutnya pergerakan LIRA dilandasi untuk kepentingan masyarakat atas hak-hak dasar yang harus diperjuangkan, bukan karena kepentingan tertentu.
“LIRA sudah berusaha meredam kemarahan masyarakat yang sudah terpendam selama puluhan tahun,” ungkapnya.
LIRA akan terus mengawal dan melakukan sejumlah langkah hukum hingga masyarakat desa penyangga yang terdiri dari Desa Lubuk Mindai, Talang Baru dan Pasar Ketahun dibebaskan.
Pergerakan kami sesuai dengan prosedur dan aturan organisasi kami bahwa kami akan mengadvokasi masyarakat sesuai dengan hukum yang berlaku,” ungkapnya.
Dirinya juga mengatakan selama ini LIRA Bengkulu melakukan beberapa upaya penyelesaian sesuai dengan aturan yang ada seperti Audiensi ke Bupati Bengkulu Utara Ir Mian, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah bahkan beraudiensi ke BPN Perwakilan Bengkulu, bahkan Pemerintah Pusat.
“Meski sampai saat ini BPN Bengkulu tetap tidak membuka diri kepada kami, ini sudah kami sampaikan ke Dirjen Agraria dan Wakil Menteri BPN. Selama ini kami sudah mengakomodir semua pihak supaya persoalan ini terselesaikan dengan baik dan tidak ada kerincuhan dan penangkapan terhadap masyarakat,” sampainya.
Oleh karenanya LIRA meminta agar pemangku kepentingan memberikan data kepada masyarakat dan mengakomodir kepentingan yang ada tanpa melukai pihak lain.
“Upaya kami selama ini dianggap angin lalu dan ketika terjadi kekacauan jusru LIRA yang dipojokkan. Bahkan di setiap instansi terkait kami selalu mengatak bahwa tidak akan kami restui jika masyarakat melakukan gerakan gerakan anarkis disini,” sampai Magdalena.
LIRA juga meminta kepada pemerintah daerah Bupati Bengkulu Utara Ir Mian untuk turun langsung menyelesaikan dan menyikapi persoalan penangkapan warganya.
LIRA meminta pemerintah mengkaji aturan yang berlaku dan mempertimbangkan upaya hukum antara masyarakat dan perusahaan.
“Kami meminta Bupati Bengkulu Utara mempertimbangkan situasi ini. Rakyat anda sendiri sekarang sedang terpenjara tetapi anda tetap diam. Kami meminta bahkan memohon kepada Pak Mian untuk turun melihat kondisi yang ada. Masyarakat desa penyangga sekarang seperti desa tertinggal, mencekam, karena ketakutan masyarakat terhadap APH yang sedang berswiping di sana,” tutupnya.
Saat ini LIRA terus berkordinasi dengan pihak terkait dalam waktu dekat bersama Pemprov Bengkulu untuk mengadakan rapat kembali bersama Anggota Gugus Tugas Reforma Agraria baik dari Kades, Camat Bupati, BPN untuk mennyelesaikan persoalan yang terjadi.