Pasca tersiar hebohnya informasi oknum anggota Dewan Bengkulu Utara yang terindikasi mencatut nama Komisi I dan Ketua DPRD untuk melakukan Pungutan Liar (Pungli) dengan memungut uang sejumlah 10 juta dari salah satu Cakades. Beberapa kalangan masyarakat mendesak Komisi I dan Ketua DPRD Bengkulu Utara untuk bertindak tegas dan membuktikan diri bahwa mereka tidak terlibat alias memang benar-benar dicatut namanya.
Dikatakan oleh Kabid Hikmah Pemuda Muhammadyah Provinsi Bengkulu, Evi Kusnandar, persoalan ini bukanlah masalah sepele. Masalah ini telah menyeret, bahkan terkesan mencoreng nama baik lembaga DPRD Bengkulu Utara.
“Ini bukan lagi soal urusan keluarga seperti ungkapan saudara SU. Jelas hal ini sudah masuk katagori indikasi pencatutan nama lembaga, apalagi saudara SU bukanlah anggota Komisi yang bersangkutan (Komisi I). Jika tidak diselsaikan secara konstitusional, maka nama baik Komisi I dan Institusi DPRD Bengkulu Utara sedang dipertaruhkan,” ungkap pemuda kelahiran Lubuk Durian ini. Selasa, 26 Juli 2022.
Menurut pria yang akrab disapa Nandar ini, DPRD Bengkulu Utara harus segera membuktikan diri dengan langkah nyata bahwa tidak terlibat dengan urusan pungutan 10 juta dari salah satu oknum Cakades Kecamatan Arma Jaya ini.
Sudah seharusnya Sonti Bakara selaku Ketua DPRD memerintahkan Badan Kehormatan untuk melakukan mekanisme internal. Supaya masalah ini tidak semakin simpang siur. Selain itu, ia juga berharap institusi DPRD bisa mengklarifikasi persoalan ini kepada seluruh masyarakat Bengkulu Utara melalui Konferensi Pers secara resmi sebagai bentuk pertanggung jawaban Dewan pada konstituennya.
“Tidak usah saling berbalas pantun, rakyat tidak butuh itu. Cukup buktikan saja dengan beberapa langkah konstitusional , baik langkah politik atau pun langkah hukum,” imbuh Plt Sekretaris DPD KNPI Provinsi Bengkulu ini.
Terpisah, Pengamat Politik FISIP Universitas Ratu Samban, Akhmad Bastari, juga mengungkapkan, tindakan saudara SU terindikasi kuat menyalahi aturan. Pertama, pihak yang berwewenang dan bertanggung jawab soal sengketa pemilihan Kepala Desa adalah Komisi I, sedangkan saudara SU bukan anggota Komisi I. Kedua, DPRD merupakan lembaga yang bertugas menampung serta merealisasikan aspirasi rakyat. Dalam bertugas seluruh anggota Dewan telah dilengkapi fasilitas, mulai dari gaji, tunjangan hingga fasilitas pendukung lainnya. Sehingga apapun alasannya memberikan uang lelah atau apresiasi atau uang gula kopi sebagaimana niat saudara SU merupakan tindakan ilegal.
“Saya yakin oknum tersebut pasti tahu akan standar aturan yang ada. Anggota DPRD harus memberikan contoh yang baik pada konstituennya. Seluruh aspirasi masyarakat terkhusus dapilnya, harus ditampung bahkan diwujudkan dengan sempurna tanpa pamrih,” kata pria yang akrab disapa Abe ini.
Lanjutnya, masalah ini sudah menjadi konsumsi publik, mau tidak mau Badan Kehormatan Dewan harus membawa ini pada sidang internal mereka.
Bahkan, Abe juga menyarankan pihak Komisi I dan Ketua DPRD untuk mengkaji kronologi persoalan ini secara detil dan jeli sebagai dasar untuk membawa persoalan ini ke ranah hukum. Anggap saja sebagai langkah pembuktian bahwa mereka memang tidak terlibat dan tidak tahu menahu soal uang lelah tersebut.
“Saya rasa publik menunggu itu. Jika hal tersebut tidak dilakukan jangan salahkan masyarakat jika berpikir aneh-aneh,” tutup Abe sembari tersenyum penuh makna